Pelayanan IGD RSUD Cilegon Dinilai Buruk, Orang Tua Pasien Akan Laporkan Ke Kementrian

Kategori Berita

Iklan Semua Halaman

Pelayanan IGD RSUD Cilegon Dinilai Buruk, Orang Tua Pasien Akan Laporkan Ke Kementrian

Senin, 01 Desember 2025
Orangtua pasien anak usia 3 tahun



CILEGON– Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon menjadi sorotan setelah orangtua pasien warga Purwakarta, Supriyadi, mengungkapkan pengalaman pahit yang menimpa dirinya dan putranya Razka (3), Pada Minggu (30/11/2025) lalu.

Supriyadi menceritakan kejadian yang bermula saat putranya bernama Razka (3) dibawa ke IGD RSUD Kota Cilegon sekitar pukul 19.00 WIB. Supriyadi, yang ingin putranya segera ditangani, memilih jalur umum untuk mempercepat proses pendaftaran. Namun, alih-alih mendapatkan dokumen penanganan umum, staf pendaftaran justru memberikan dokumen BPJS saat diserahkan olehnya ke dokter jaga IGD menurut dokter jaga tersebut.

Kekecawaan Supriyadi memuncak saat menunggu kejelasan ruang rawat inap dan diagnosa. Sejak pukul 20.27 WIB, Supriyadi baru mendapatkan informasi mengenai ruangan dan diagnosa pada pukul 22.46 WIB, hampir dua setengah jam kemudian. Meskipun dokumen pemeriksaan dan ruangan diklaim sudah lengkap, Supriyadi merasa informasi yang diberikan sangat tidak jelas.

“Informasinya harus menunggu balasan dari dokter spesialis. Padahal sudah dua jam lebih dan anak saya butuh kepastian. Ini tidak jelas dan membuat kami khawatir,” ungkap Supriyadi, Senin (1/12/2025).

Perlindungan Data Pribadi Dipertanyakan

Karena tidak mendapatkan kejelasan yang memadai, Supriyadi memutuskan untuk memindahkan Razka ke rumah sakit lain. Saat proses kepindahan, ia diminta menandatangani surat dengan keterangan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tertera di dalamnya.

Saat Supriyadi menanyakan kejelasan dan peruntukan dokumen yang memuat data pribadi tersebut, staf RSUD justru mengatakan bahwa dokumen itu adalah rahasia. Sikap ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai hak pasien atas informasi dan perlindungan data pribadi.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang berlaku, setiap individu berhak atas kerahasiaan dan informasi yang jelas mengenai data pribadinya. Rumah sakit, sebagai Pengendali Data, wajib memberikan informasi yang transparan kepada pasien atau keluarga (Subjek Data) mengenai tujuan penggunaan data, termasuk tanda tangan dan NIK. Penolakan ini berpotensi melanggar hak Subjek Data yang dijamin oleh UU tersebut.

Dugaan Pelanggaran Kewajiban Triase IGD

Selain persoalan administrasi dan data pribadi, Supriyadi juga menyoroti kondisi ruang IGD yang menurutnya tidak terfiltrasi. Pasien dengan penyakit berat, ringan, bahkan perbedaan usia dan keadaan, bercampur dalam satu ruangan.

Kondisi ini, menurut Supriyadi, sangat berisiko dan melanggar prinsip pelayanan gawat darurat yang seharusnya mengedepankan efisiensi dan pencegahan penularan.

Hal ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan. Permenkes ini mewajibkan pelayanan IGD untuk menerapkan sistem Triase, yaitu proses penentuan prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya (Merah, Kuning, Hijau, dan Hitam). Penerapan Triase bertujuan untuk memastikan pasien kritis mendapatkan penanganan cepat dan sesuai, sekaligus meminimalkan risiko infeksi silang.

Akan Tempuh Jalur Hukum dan Aduan ke Kementerian

Merasa dirugikan oleh buruknya pelayanan dan potensi pelanggaran hak perlindungan data pribadi, Supriyadi menyatakan akan membawa kasus ini ke jalur hukum.

“Kami akan menempuh jalur hukum agar kasus ini menjadi pelajaran serius bagi RSUD Kota Cilegon dan tidak ada lagi masyarakat yang mengalami pengalaman buruk serupa. Selain gugatan perdata dan pidana, kami juga akan mengajukan aduan resmi ke Lembaga terkait, mulai dari Dinas Kesehatan setempat, Ombudsman, hingga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,” tegas Supriyadi.

Supriyadi berharap dengan upaya hukum dan aduan ini, perbaikan mendasar pada sistem dan budaya pelayanan di RSUD Kota Cilegon dapat segera dilakukan demi menjamin hak dan keselamatan setiap pasien.

“yang lebih penting lagi perlu dilakukan tindakan reformasi birokrasi pada RSUD Kota Cilegon tersebut agar ada perubahan budaya terlebih ini mengenai keselamatan nyawa dan kesehatan manusia,” tegasnya. (*/red)

#Kesehatan
close