SERANG— Paguyuban Pengusaha Pribumi melayangkan pernyataan sikap keras terhadap beberapa OPD Dinas Pemerintah Provinsi Banten yang dinilai telah melakukan dugaan pelanggaran serius terhadap asas-asas pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Bermula dari surat permohonan audiensi resmi yang dikirimkan Ketua Umum Paguyuban Pengusaha Pribumi pada bulan Mei 2025, untuk membahas dan diskusi tentang dugaan penyimpangan anggaran dan penyalahgunaan wewenang pada proses pengadaan barang jasa yang didapati terjadinya maladministrasi dan sarat KKN.
Beberapa OPD Dinas di kawasan pemerintah provinsi Banten ternyata tidak memberikan jawaban resmi atau di duga mengabaikan, tindakan tersebut tidak hanya menunjukkan kelalaian administratif, tetapi juga mencerminkan pembiaran terhadap hak masyarakat dalam berpartisipasi mengawasi anggaran publik, sebagaimana dijamin dalam Pasal 17 UU Pelayanan Publik yang mewajibkan penyelenggara melayani dengan cepat, tepat waktu, dan tidak diskriminatif.
“Ini bukan hanya soal surat yang tidak dibalas. Ini adalah cermin dari lemahnya integritas birokrasi dan budaya anti-transparansi yang dipelihara dalam Pemerintah an Provinsi Banten saat ini,” tegas Ketua Paguyuban Pengusaha Pribumi F. Maulana Sastradijaya, dalam keterangan rillisnya. Selasa (24/6/2025).
Sebagai evaluasi Wajib F. Maulana Sastradijaya meminta Ombudsman Republik Indonesia Harus Turun Tangan untuk segera melakukan audit etika dan disiplin kepegawaian di pemerintahan provinsi banten karena telah terbukti tidak menjalankan prinsip transparansi, partisipasi, dan responsibilitas publik.
“Kami tidak sedang meminta perlakuan istimewa. Yang kami minta adalah penghormatan terhadap prosedur, terhadap rakyat, terhadap undang-undang,” tegas F Maulana Sastradijaya
“Jika lembaga publik tidak dapat merespons kritik dan audiensi secara sehat, maka publik berhak mencurigai bahwa memang ada penyalahgunaan wewenang terhadap proses pengadaan barang jasa guna menciptakan persaingan usaha sehat yang sedang ditutup-tutupi.
Ketua Paguyuban Pengusaha Pribumi menyatakan bahwa kejadian ini adalah preseden buruk bagi demokrasi lokal, di mana institusi publik yang dibiayai oleh rakyat justru gagal membuka ruang partisipasi dan pengawasan. jika tidak ada tindak lanjut konkret dari pihak Dinas. “Kami akan membawa persoalan ini ke ranah Ombudsman dan PTUN jika diperlukan. Didalam proses pengadaan barang jasa dan penyelenggaraan negara anggaran publik bukan untuk diselewengkan, dan pelayanan publik harus dijalankan secara bermartabat,” tutup F Maulana Sastradijaya. (*/red)
#Pembangunan