CILEGON — Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cilegon kembali menegaskan perannya sebagai kekuatan moral dan intelektual di tengah dinamika industri nasional. Melalui Webinar Ekonomi bertajuk “Revitalisasi atau Penundaan Krisis? Kritik terhadap Pinjaman Rp 8,28 Triliun bagi KRAS”, organisasi ini mengajak publik untuk menelaah secara jernih arah kebijakan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk yang kembali mengajukan pinjaman besar dari BPI Danantara senilai US$ 500 juta (setara Rp 8,28 triliun).
Langkah ini diambil Krakatau Steel untuk memperkuat modal kerja dan menuntaskan proses revitalisasi keuangan. Namun di sisi lain, laporan keuangan semester I-2025 menunjukkan kerugian bersih US$ 107,1 juta dan liabilitas mencapai US$ 2,5 miliar, yang menimbulkan pertanyaan publik: apakah pinjaman tersebut benar-benar menjadi solusi atau sekadar menunda krisis yang berulang?
Webinar ini dihadiri oleh para kader GMNI Cilegon dan menghadirkan Ketua Umum DPP GMNI Muhammad Risyad, sebagai narasumber utama yang memberikan pandangan ideologis dan strategis terkait kebijakan industri nasional dan restrukturisasi BUMN strategis seperti Krakatau Steel.
Dalam arahannya, Risyad menegaskan bahwa kebijakan korporasi sebesar Krakatau Steel harus selalu dikritisi dalam semangat nasionalisme ekonomi
“Sebagai anak ideologis Bung Karno yang diwarisi Pabrik Trikora, kita tidak boleh membiarkan BUMN strategis seperti Krakatau Steel kehilangan arah ideologisnya. akan tetapi terus mengedepankan cita - cita Trisakti Bung Karno,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPC GMNI Cilegon, Bung Ihwan Muslim, menyampaikan bahwa posisi GMNI tidak berada pada sisi mendukung ataupun menolak langkah tersebut, melainkan mempertanyakan secara kritis ke mana arah kebijakan ini akan bermuara.
“Kami tidak dalam posisi untuk mendukung ataupun menolak pinjaman tersebut. Namun sebagai organisasi mahasiswa yang lahir dari rahim rakyat, kami wajib mempertanyakan apakah langkah ini benar-benar menyelamatkan masa depan industri baja nasional atau hanya menunda masalah lama dengan utang baru?” tegas Ihwan.
Ia menambahkan bahwa GMNI Cilegon menuntut transparansi, keterbukaan publik, dan keberpihakan pada rakyat dalam setiap keputusan strategis perusahaan.
“Kami hanya ingin memastikan bahwa langkah yang diambil PT. kRAS ini tidak menjadi proyek elitis yang jauh dari kepentingan masyarakat Cilegon. Karena bagi kami, industri baja bukan sekadar aset negara tapi simbol perjuangan ekonomi rakyat,” lanjutnya.
Sekretaris DPC GMNI Cilegon, Bung Andriansyah, yang turut menjadi moderator dalam webinar tersebut, menyoroti pentingnya pengawasan publik.
“Krakatau Steel berdiri di tanah Cilegon, di tengah rakyat yang seharusnya merasakan manfaat langsung. Maka, sudah selayaknya masyarakat dilibatkan dalam evaluasi dampak ekonomi dan sosial dari setiap kebijakan perusahaan,” ujarnya.
Melalui momentum webinar ini, GMNI Cilegon mendorong munculnya kajian alternatif dan perspektif nasionalis dalam menafsirkan revitalisasi ekonomi. Bagi GMNI, krisis Krakatau Steel bukan sekadar soal keuangan korporasi, tetapi cermin dari persoalan krisis kepercayaan bangsa dalam menjaga kedaulatan industrinya. (*/red)
#Industri