Illustrasi
Jakarta — Dinamika menuju Pemilihan Presiden 2029 mulai menunjukkan pola percepatan. Sejumlah indikator politik dinilai mengarah pada kontestasi yang bergerak lebih cepat dibandingkan siklus-siklus sebelumnya.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menjelaskan bahwa percepatan ini bisa dilihat dari dua level: persaingan elite untuk dekat dengan presiden dan manuver partai politik. Menurutnya, tanda-tanda kompetisi sudah mulai tampak dengan realitisnya kandidat dan parpol melihat Pemilu 2029.
“Pilpres 2029 berpotensi dimulai lebih awal karena elite politik tidak menunggu sampai tahun-tahun akhir pemerintahan. Mereka sudah mulai melakukan kalkulasi sejak sekarang karena targetnya tak terlalu jauh-jauh, yaitu menjadi cawapres Prabowo ,” ujar Arifki. Senin (24/11/2025).
Ia menyebut salah satu variabel penting dalam konfigurasi politik menuju 2029 adalah peran para mantan presiden. Dalam kacamata politik elektoral, jaringan dan legitimasi mereka masih berfungsi sebagai vote multiplier bagi kandidat yang ingin mendapat dukungan institusional maupun publik.
“Kita harus membaca Jokowi, SBY, dan Megawati bukan hanya sebagai figur senior, tapi sebagai political assets yang masih relevan. Keduanya memiliki struktur pendukung yang hidup dan koneksi yang efektif. Sangat mungkin salah satu nama dari orbit mereka dipertimbangkan sebagai pendamping Prabowo,” katanya.
Selain itu, Arifki menilai PAN dan Golkar tentu mempersiaplan posisi cawapres dalam fase kalkulasi yang cukup serius. Posisi cawapres bagi mereka bukan semata posisi simbolik, melainkan instrumen untuk menjaga kontinuitas kekuasaan parpol di legislatif dan momentum kader terbaik untuk bersaing di gelanggang Pilpres.
“PAN dan Golkar tentu akan melihat posisi cawapres sebagai keuntungan. Mereka akan mendorong nama dari internal karena itu berkaitan langsung dengan mobilisasi suara dan daya tawar partai dalam pemerintahan. Ini logika yang cukup konsisten dengan perilaku parpol,” jelas Arifki.
Dalam kerangka analisis perilaku elite, Arifki menyebut bahwa para kandidat yang ingin masuk radar 2029 harus memaksimalkan kedekatan dengan Presiden Prabowo sejak dini. Interaksi politik yang terbangun lebih awal, menurutnya, cenderung menghasilkan chemistry dan kepercayaan yang lebih stabil.
“Access dan proximity kepada Presiden itu penting. Dalam politik Indonesia, hubungan personal sering menjadi faktor pembeda. Karena itu, para figur yang merasa memiliki potensi harus menggunakan panggung pemerintahan sejak awal untuk memperkuat hubungan dengan Presiden Prabowo,” ungkap Arifki.
Arifki menekankan bahwa percepatan kontestasi ini bukan fenomena spontan, melainkan konsekuensi dari struktur politik yang semakin kompetitif.
“Jika melihat pola elektoral dan konfigurasi elite, mereka yang bergerak lebih cepat cenderung memiliki keunggulan. Ini bukan soal siapa yang paling vokal, tetapi siapa yang paling konsisten menempatkan dirinya di orbit kebijakan Presiden,” pungkas Arifki. (*/red)
#Politik
Komentar