Ironi Kota Industri: Saat PAD Tidak Sebanding dengan Produksi

Iklan Semua Halaman

Ironi Kota Industri: Saat PAD Tidak Sebanding dengan Produksi

Sabtu, 14 Juni 2025


Oleh: Fahmi Ali

Artikel ini ditujukan untuk memberi masukan kritis dan membangun bagi Pemerintah Kota Cilegon dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di tengah geliat industrialisasi:


Kota Cilegon dikenal luas sebagai jantung industri nasional. Puluhan perusahaan besar beroperasi di sini, dari petrokimia, baja, semen, hingga pembangkit listrik. Di atas kertas, geliat ini mestinya menjadikan Cilegon sebagai daerah dengan kemampuan fiskal tinggi. Namun kenyataannya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Cilegon justru belum sebanding dengan kapasitas industrinya.

Pertanyaannya: Mengapa kota industri justru mengalami ironi fiskal?

Membaca Ulang Potensi PAD Kota Industri

UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah membuka ruang optimalisasi fiskal daerah. Pemerintah Kota (Pemkot) kini memiliki keleluasaan lebih besar dalam mengelola sumber-sumber penerimaan pajak dan retribusi daerah.

Di Cilegon, potensi PAD tersebar dari berbagai sektor:

* Pajak Penerangan Jalan dari perusahaan-perusahaan industri besar.
* Pajak Air Tanah yang seringkali digunakan secara masif namun minim kontribusi.
* Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) dari aktivitas tambang pasir gunung.
* Pajak Reklame di sepanjang jalan utama industri yang kurang tertata dan sering tidak terdata.


Ironisnya, potensi ini sering tidak tergarap maksimal karena beberapa sebab: lemahnya basis data, manipulasi NJOP, aktivitas industri yang “separuh legal,” dan pengawasan yang belum sistematis.

Menguji Kebocoran dan Meningkatkan Kepercayaan

Salah satu momok utama dalam pengelolaan PAD adalah kemungkinan adanya kebocoran fiskal. Tidak sedikit objek pajak yang tidak teridentifikasi secara akurat. NJOP kawasan industri yang tidak sesuai realitas pasar bisa menyebabkan kerugian signifikan. Begitu pula dengan praktik-praktik tambang ilegal yang menguras sumber daya tanpa membayar pajak ke daerah.

Selain itu, peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai mesin PAD juga belum menunjukkan kinerja maksimal. Banyak yang masih bergantung pada subsidi, alih-alih menyumbang bagi kas daerah.

Tantangan ini perlu dijawab dengan upaya serius: reformasi tata kelola PAD yang berbasis digital, transparan, dan terintegrasi lintas sektor.

Mendorong Strategi Progresif Pemkot Cilegon

Pemkot Cilegon harus mulai menyusun strategi fiskal lokal yang lebih progresif. Beberapa langkah strategis yang patut diprioritaskan antara lain:

* Digitalisasi Perpajakan Daerah dan Pemutakhiran Data Objek Pajak. Gunakan teknologi informasi untuk geotagging aset pajak, pengawasan tambang, dan integrasi data antar OPD.

* Optimalisasi NJOP Kawasan Industri dan Properti Komersial. Revaluasi nilai jual objek pajak agar sesuai dengan nilai pasar dan kontribusinya adil.
* Revitalisasi BUMD dan Aset Daerah. Evaluasi kinerja BUMD dan arahkan agar menjadi sumber PAD yang sehat, bukan beban APBD.
* Kemitraan Inovatif dengan Korporasi. Bangun skema kerja sama pengelolaan layanan publik (air, parkir, limbah) dengan perusahaan industri melalui pendekatan public-private partnership (PPP).
* Penataan Usaha Mikro di Sekitar Industri. Legalitas UMKM dan usaha informal penting untuk retribusi yang adil dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Menuju Kemandirian Fiskal Daerah

Kemandirian fiskal bukan sekadar kebanggaan statistik, tapi soal keadilan ekonomi dan kesejahteraan warga. Ketika kawasan industri menghasilkan ratusan triliun rupiah dalam bentuk produksi dan ekspor, sudah selayaknya masyarakat lokal juga merasakan dampak fiskal yang nyata.

Peningkatan PAD bukan sekadar urusan teknis Bapeda, tapi agenda politik daerah yang membutuhkan keberanian kepala daerah, komitmen legislatif, serta partisipasi publik.

Kini saatnya Pemkot Cilegon tampil sebagai pionir kota industri yang tidak hanya produktif secara ekonomi, tetapi juga mandiri secara fiskal dan adil secara sosial.


Catatan Redaksi: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan terbuka untuk tanggapan dari pejabat, akademisi, maupun masyarakat sipil sebagai bagian dari ruang diskusi kebijakan publik di Kota Cilegon.

Mendorong DBH yang Lebih Adil untuk Kota Industri

Selain optimalisasi PAD dari sumber lokal, Pemerintah Kota Cilegon juga layak mengajukan peningkatan porsi Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat, terutama dari sektor PPh badan, PPN, dan bea ekspor-impor yang banyak disumbangkan oleh perusahaan industri yang beroperasi di wilayah ini. Pasal 106 UU No. 1 Tahun 2022 menyebutkan bahwa daerah bisa memperoleh DBH lebih besar berdasarkan kinerja dan kontribusinya terhadap penerimaan negara.

Sudah saatnya Cilegon menyusun argumentasi fiskal berbasis data dan dampak — mulai dari beban infrastruktur akibat industri berat, tekanan sosial akibat urbanisasi industri, hingga kontribusi strategis kota ini dalam neraca perdagangan nasional. Dengan mengajukan usulan peningkatan DBH secara resmi ke Kementerian Keuangan, Cilegon bisa memperkuat posisi fiskalnya tanpa Cilegon bisa memperkuat posisi fiskalnya tanpa hanya mengandalkan retribusi dan PBB. (*/)

(*/ Ali Fahmi)
Penulis merupakan seorang pengamat dan pemerhati pembangunan di Kota Cilegon 

#Opini
close